Impian Gus Dur Membangun Poros Ekonomi Baru, Fenomena BRICS, Arab Saudi Bikin Emosi Amerika Ingin Bergabung dengan BRICS dan Akankah Indonesia Bergabung Dengan BRICS?

 


Ketika masa Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid atau akrab di sapa Gus Dur pada akhir Mei 2001, diselenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-15, di Jakarta Convention Center.


G-15 merupakan forum informal negara-negara sedang berkembang dengan tujuan melakukan dialog-dialog dengan negara maju (G-8).


Penyebutan G-15 merujuk pada jumlah negara yang bergabung pada awalnya. Namun, di kemudian hari beberapa negara berkembang ikut serta.


 

Di sela KTT G-15 itu, diselenggarakan pula Indonesian International Telecommunication and Information Technology (IITELMIT). 


Menperindag Luhut Binsar Pandjaitan mempersiapkan agenda ini, sekaligus membuka acara.


IITLEMIT mempertemukan sejumlah perusahaan IT, serta menghadirkan menteri-menteri di bidang IT anggota G-15. Jelas, Gus Dur memiliki proyeksi pengembangan teknologi untuk menopang ekonomi negara-negara berkembang.


Gus Dur juga mengundang menteri IT dari India dan China ke istana negara untuk ngobrol.


Seperti biasa, Gus Dur menyapa ramah tamu-tamunya dan menyajikan humor-humor segar yang membuat tamunya terpingkal-pingkal.


Setelah akrab, Gus Dur mulai melempar diskusi serius, menyodorkan impiannya, sebagaimana dikisahkan Adhie M Massardi (Gus Dur dan Poros Impian, 2014).  


"Sesungguhnya, kita bertiga ini mewakili tiga negara yang kalau ditotal penduduknya, hampir setengah penghuni dunia," ungkap Gus Dur.


Sontak saja, pejabat dari China dan India terperanjat kaget.


"Kalau kita kompak, kita bisa menguasai paling tidak setengah pasar dunia atas produk IT kita. Jadi, kalau RRC yang kuat di sektor hardware dan India yang canggih di bidang software, serta Indonesia dapat membantu di kedua sektor itu bersatu, kita bisa melahirkan produk IT yang berkualitas dan menguasai pasar dunia," terang Gus Dur.


Gus Dur telah lama bermimpi membangun poros Jakarta-Beijing-New Delhi. Dalam bayangan Gus Dur, poros inilah yang mampu menahan gempuran serta dominasi Amerika Serikat-Eropa dalam beberapa bidang.


Jika Indonesia, China dan India bersatu, maka akan membentuk sinergi yang hebat dalam bidang politik, keamanan dan ekonomi. Impian yang sekarang terbukti kebenaran pengaruh strategisnya.


Seperti Bung Karno, Gus Dur berambisi mewujudkan ”poros kekuatan” di Asia. Ia sempat memulai prakarsa tersebut dengan menggagas Forum Pasifik Barat yang terdiri dari Indonesia, Timor Timur, Papua Niugini, Australia, dan Selandia Baru yang sempat disuarakan ke sembilan negara ASEAN.


Sebelum itu Gus Dur mengemukakan pembentukan poros (axis) Indonesia-China-India. Tak lama kemudian ia memprakarsai pula poros ekonomi Indonesia, Singapura, China, Jepang, dan India.


Sayang, sejumlah negara Barat—dan beberapa sekutu mereka di kawasan ini—merasa khawatir dengan fenomena ”kebangkitan Asia” ala Doktrin Wahid ini.


Namun gagasan itu tidak tercapai karena Gus Dur keburu dilengserkan dari kepresidenan.



Siapa sangka kemudian di tahun 2001, muncul fenomena poros BRIC. BRIC adalah istilah dalam pemetaan geopolitik internasional di bidang ekonomi, sebagai kepanjangan dari Brazil-Rusia-India-China.


Belakangan Afrika Selatan (Southi Africa) ditambahkan sehingga dikenal dengan istilah BRICS.


BRICS adalah akronim dari Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan lima negara yang pertumbuhan ekonominya pesat. Akronim ini pertama dicetuskan oleh Goldman Sachs pada tahun 2001. 


Menurut Goldman Sachs, pada tahun 2050, gabungan ekonomi kelima negara itu akan mengalahkan negara-negara terkaya di dunia saat ini.


Kelompok ini hanya terdiri dari lima negara, tetapi di dalamnya termasuk dua negara paling padat penduduknya, satu negara produsen minyak nomor dua di dunia, satu negara dengan kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia, dan mereka tersebar di empat benua.


BRICS merupakan organisasi kerja sama multilateral yang namanya merupakan akronim negara-negara anggota dalam Bahasa Inggris, yaitu Brazil, Russia, India, China dan South Africa.


Populasi negara-negara BRICS mencakup 41% populasi global, PDB mereka setara dengan 24% total PDB dunia, dan nilai perdagangan negara-negara tersebut mencakup 18% nilai total perdagangan dunia.



Sejarah Dollar menjadi Mata Uang Dunia dan Amerika menjadi Negara Adikuasa


Dahulu mata uang yang menjadi alat tukar Internasional adalah Poundsterling, tapi saat itu, ekonomi AS telah mengungguli ekonomi Inggris sebagai ekonomi terbesar dunia. 


Namun, Inggris masih menjadi pusat perdagangan dunia. Saat itu mayoritas transaksi masih dilakukan menggunakan pound Inggris. Selain itu, sebagian besar negara maju juga mematok mata uang mereka ke emas untuk menciptakan stabilitas dalam pertukaran mata uang.


Perang Dunia I pun pecah pada tahun 1914. Akhirnya banyak negara meninggalkan standar emas sehingga mereka dapat membayar belanja militer dengan uang kertas, yang mendevaluasi mata uang mereka.


Tiga tahun setelah perang, Inggris yang dengan teguh berpegang pada standar emas untuk mempertahankan posisinya sebagai mata uang terkemuka dunia, mendapati dirinya harus meminjam uang untuk pertama kalinya.


Inggris pada akhirnya menyerah pada standar emas pada tahun 1919, menghancurkan rekening bank pedagang internasional yang berdagang dalam pound. Pada saat itu, dolar telah menggantikan pound sebagai cadangan utama dunia.


Pada masa Perang Dunia II, AS adalah pemilik utama senjata, persediaan, dan barang-barang lainnya dari Sekutu. Negara Paman Sam mengumpulkan sebagian besar pembayarannya dalam bentuk emas.


Hingga pada akhir perang Eropa dan Amerika Serikat memiliki sebagian besar emas dunia. Situasi itu menghalangi kembalinya standar emas oleh semua negara yang telah menghabiskan cadangan emas mereka.



Pada tahun 1944, delegasi dari 44 negara Sekutu bertemu di Bretton Wood, New Hampshire. Mereka berunding untuk menghasilkan sistem pengelolaan devisa yang tidak merugikan negara mana pun.


Keynes semula mengajukan mata uang baru bernama Bancor untuk jadi alat tukar internasional. Bancor rencananya akan diterbitkan oleh lembaga kliring bernama Clearing Union berdasarkan emas sebagai underlying-nya.


Namun, White malah memanfaatkan momentum ini untuk mengukuhkan Amerika Serikat sebagai negara adikuasa dengan menjadikan dolar AS sebagai mata uang tunggal internasional, sehingga bancor dan Clearing Union tidak jadi dibuat.


Diputuskanlah bahwa mata uang dunia tidak dapat dikaitkan dengan emas, tetapi dapat dikaitkan dengan dolar AS yang terkait dengan emas.


Kesepakatan itu kemudian dikenal sebagai Perjanjian Bretton Woods, menetapkan bahwa bank sentral akan mempertahankan nilai tukar tetap antara mata uang mereka dan dolar AS


Sebagai hasil dari Perjanjian Bretton Woods, dolar AS secara resmi dinobatkan sebagai mata uang cadangan dunia dan didukung oleh cadangan emas terbesar di dunia.

Alih-alih mengumpulkan cadangan emas, negara lain malah mengumpulkan cadangan dolar AS.



Guncangan Nixon (Kebijakan Sepihak Dollar tidak lagi di jamin Emas)


Presiden Amerika Serikat ke 37 (1969-1974) Richard Milhous Nixon terkenal karena skandal Wetergatenya yang melengserkannya dari jabatan puncaknya.


Namun hari ini 15 Agustus 46 tahun yang lampau dia membuat serangkaian keputusan kontroversial yang seharusnya membuat dia lebih terkenal lagi karena akibat dan dampaknya masih berlanjut sampai hari ini bagi hampir semua penduduk bumi.


Keputusan itu yang dikenal dalam sejarah sebagai “Guncangan Nixon”, antara lain, adalah yang menyangkut dilepaskannya mata uang dollar AS dari ikatan emas


Padahal sesuai dengan hasil kesepakatan dari apa yang disebut sebagai perjanjian Bretton Woods ( 1944) setiap dollar yang dicetak bank sentralnya AS( the Federal Reserve) harus dijamin dengan emas.


Pada saat perjanjian ditetapkan bahwa setiap 35 dollar yang dicetak harus diimbangi dengan keberadaan 1 ounce emas (= 31.1034768 gram, sekarang 1 ounce emas berharga sekitar 1276 dollar AS, lebih dari 36 x lipat )


Jadi boleh dibilang sebelum Nixon Shock lembaran dollar adalah lembaran emas karena memang bisa langsung di tukar dengan emas begitu saja.


Apa itu Nixon shock?


Disebut guncangan karena langkah ekonomi ini dilakukan oleh presiden Nixon secara sepihak tanpa pemberitahuan apalagi konsultasi dengan 44 negara sekutu peserta peranjian Bretton-Woods.


Langkah itu adalah :


1. Membekukan harga dan tingkat upah selama 90 hari.


2. Mengenakan cukai tambahan ( surcharge) sebesar 10% bagi barang import.


3. (Yang paling mengguncang) menutup “jendela emas”, menghentikan kovertibilitas dollar terhadap emas atau dollar tidak lagi dijamin standar emas lagi atau mengkhianati dan melanggar perjanjian Bretton Woods



Presiden BRICS: Rusia dan India Tidak Butuh Lagi Dolar AS


Rusia dan India tidak lagi membutuhkan dolar Amerika Serikat (AS) untuk perdagangan bilateral. Seperti dilaporkan RT, Kamis (25/8/2022), pernyataan itu disampaikan Presiden Forum Internasional BRICS Purnima Anand.


“Kami telah menerapkan mekanisme penyelesaian bersama dalam rubel dan rupee, dan negara kami tidak perlu menggunakan dolar dalam penyelesaian bersama. Dan hari ini mekanisme serupa untuk penyelesaian bersama dalam rubel dan yuan sedang dikembangkan oleh Tiongkok,” katanya.


“Artinya negara-negara BRICS membuka diri terhadap Rusia, menawarkan kesempatan bagi negara tersebut untuk mengatasi konsekuensi sanksi,” tambah Anand, seperti dikutip kantor berita RIA.


Anand juga mencatat bahwa New Delhi menganggap dirinya sebagai pihak netral dalam perang sanksi saat ini antara Barat dan Rusia. Meskipun ada tekanan sanksi, India akan melanjutkan kerja sama dengan Moskwa “di bidang mana pun yang diperlukan”


Untuk diketahui, pada 24 Juli 2022 lalu China menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-14 BRICS. Selama KTT BRICS berlangsung, pemimpin Rusia Vladimir Putin mengumumkan kelima negara anggota BRICS berencana mengeluarkan mata uang cadangan internasional baru sebagai upaya untuk melemahkan dolar Amerika Serikat (AS) dan Special Drawing Rights (SDR) International Monetary Fund (IMF) atau Hak Penarikan Khusus



Hubungan antara AS dengan Arab Saudi sedang memanas


Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden akan mengevaluasi kembali hubungan Washington dengan Arab Saudi.


Langkah tersebut diambil sebagai tanggapan atas keputusan kelompok kartel minyak OPEC+, termasuk Riyadh memangkas produksi minyak.


Turki mengecam Amerika Serikat karena telah menekan Arab Saudi dengan ancaman, menyusul keputusan pemangkasan pasokan minyak oleh sekelompok negara produsen minyak (OPEC+) diumumkan baru-baru ini.


Presiden AS Joe Biden pekan lalu mengancam Arab Saudi dengan "konsekuensi" yang tidak ditentukan dan menuduh sekutu lama itu berpihak pada Rusia dalam krisis Ukraina.


Anggota parlemen AS telah menyerukan memutuskan kerja sama dengan Arab Saudi, seperti menghentikan penjualan senjata atau menarik dukungan militer.


Pangeran Saudi Saud al-Shaalan menanggapi dengan marah pada Sabtu, memperingatkan para pemimpin Barat untuk tidak mengancam kerajaan.


“Siapa pun yang menantang keberadaan negara dan kerajaan ini, kita semua, kita adalah proyek jihad, dan kesyahidan. Itu pesan saya kepada siapa pun yang berpikir bahwa dia dapat mengancam kita,” tegas dia.


Menteri Pertahanan Saudi Khalid bin Salman mengatakan para pemimpin Saudi “terkejut” dengan tuduhan palsu AS bahwa Riyadh mendukung Rusia melawan Ukraina.




Arab Saudi resmi ingin bergabung dengan BRICS


Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa menyatakan Arab Saudi benar-benar ingin bergabung dengan aliansi BRICS.


Bergabungnya Arab Saudi menandakan potensi ekspansi dramatis dari blok tersebut di tengah meningkatnya ketegangan dengan Amerika Serikat (AS) atas krisis Rusia-Ukraina.


Ramaphosa mengatakan kepada wartawan tentang langkah Saudi mengajukan keanggotaan BRICS, saat dia mengakhiri kunjungan kenegaraannya selama dua hari ke kerajaan itu pada Minggu.


Perjalanan itu termasuk pertemuan dengan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) dan para pemimpin Saudi lainnya.


"Putra mahkota memang mengungkapkan keinginan Arab Saudi untuk menjadi bagian dari BRICS, dan mereka bukan satu-satunya negara," tutur Ramaphosa.


Rusia, China, dan anggota BRICS lainnya dilaporkan sedang mengembangkan mata uang cadangan global baru, yang berpotensi merusak dominasi dolar AS.


Penambahan Arab Saudi ke blok tersebut berpotensi memiliki implikasi yang luas, mengingat kekuatan dolar sebagian berasal dari statusnya sebagai mata uang dominan di pasar minyak internasional.



Indonesia akan bergabung dengan BRICS?


Indonesia dikabarkan akan bergabung dengan aliansi dagang BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan). Hal ini disampaikan oleh Duta Besar Indonesia untuk Rusia, Jose Tavares.


"Saya mendengar presiden saya berbicara untuk itu (keanggotaan penuh dalam integrasi) selama KTT BRICS. Ada kemungkinan bagi Indonesia untuk bergabung sepenuhnya dengan BRICS," katanya dalam sebuah wawancara dengan kantor berita negara TASS, dikutip Sabtu (22/10/2022).


Namun Jose menambahkan bahwa kedutaan belum menerima informasi tambahan tentang itu.


Berbicara tentang keuntungan yang Indonesia lihat dalam keanggotaan BRICS, diplomat tersebut menyebutkan bergabung dengan bank pembangunan sebagai salah satu nilai tambah.


Ketua Dewan Federasi Rusia Valentina Matviyenko sendiri sebelumnya sempat mengatakan Indonesia ingin bergabung dengan aliansi BRICS.


Sebelumnya beberapa negara telah menyatakan intensinya untuk bergabung dengan aliansi dagang BRICS. Salah satunya Arab Saudi, dan beberapa negara Timur Tengah lainnya, Iran dan Argentina.


Kelompok BRICS sendiri dijadwalkan bertemu tahun depan di Johannesburg untuk pertemuan puncak tahunannya. Prospek ekspansi kemungkinan akan menjadi agenda utama, karena blok tersebut diperkirakan akan mempertimbangkan untuk menambahkan negara-negara seperti Arab Saudi, Turki, Mesir dan Aljazair.


Duta Besar Argentina untuk China, Sabino Vaca Narvaja, sempat memprediksi BRICS akan mampu mengalahkan kelompok G7 yang rata-rata diisi negara-negara blok Barat, termasuk Amerika Serikat (AS).


(Red)




Lebih baru Lebih lama