Kisah Duka Perjuangan Riska Untuk Membayar Uang Kuliah Sampai Meninggal Dunia Menjadi Sorotan Warganet Indonesia


Kisah pilu dan menyedihkan dari dunia pendidikan yang dipaparkan Ganta Semendawai melalui akun twitter @rgantas telah menjadi sorotan dan perhatian netizen dan warganet di Indonesia.


Ganta mengisahkan temannya bernama Riska yang berjuang melanjutkan kuliah di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), sampai akhirnya meninggal dunia pada Maret 2021.


Ganta yang juga membagikan kisah Riska melalui tautan media sosial Twitter @rgantas


Di antara semua kepahitan kisah mahasiswa UNY yang saya kenal, mungkin ini cerita yg paling getir. Cerita ini tentang seorang perempuan kecil. Sayang ia tak bisa mengisahkan kepada pembaca secara langsung, karna tepat 9 Maret 2022 ia telah meninggal dunia.

[A Thread & Kenangan]


Mungkin tak banyak yang mengenalnya, tapi untuk yg benar-benar berteman dengannya, ia adalah sosok tak terlupakan. Kegigihannya untuk mencoba melanjutkan kuliah berasal dari tekad yg maha dahsyat.
Meminjam Hemingway, tekadnya bak: 


“Bisa dihancurkan, tapi tak bisa dikalahkan.”


Ia bernama Riska. Ambisinya utk melanjutkan studi, membawa ia dari desa terpencil di Purbalingga menuju daratan Yogya yg amat asing baginya. Kala itu Riska hanya memegang 130rb untuk ongkos perjalanan naik bus & uang saku seminggu di Yogya. Tentu ini bukan bagian yg terburuk.


Bila ini novel fiksi motivatif, mungkin akan berakhir dengan indah, penuh haru bahagia. Celakanya kita sedang berada di dunia nyata. Dengan segala kegilaan yang nyaris mengubur kewarasan. Tempat di mana kita pada akhirnya akan belajar: betapa mimpi pun bisa dibeli dengan uang.


Lantas bagaimana dengan Riska? Ia percaya kerja keras tak akan pernah menghianati. Saya juga mengenal Riska sebagai representasi dari perempuan yang cerdas. Ia memiliki potensi besar untuk menjadi "sesuatu" yg besar. Sayang masalah ekonomi sedikit banyak menghambat potensinya


Orang tuanya sehari-hari jualan sayur di gerobak pinggir jalan. Di saat yang sama, ibunya harus menghidupi Riska dan keempat adiknya nan belum lulus sekolah. Tidak sulit untuk menebak bahwa jelas keuangan keluarga Riska tak akan cukup membiayai perkuliahannya.


Saya memang menemukan banyak kasus, di mana nominal UKT mahasiswa UNY melampaui kapasitas keuangan pembayarnya. Dan tidak sulit menemukannya. Terbukti dari hasil temuan @unybergerak. Di mana dari seribuan mahasiswa yg mengisi angket, sekitar 97% keberatan dengan nominal UKTnya.


Keanehan penentuan UKT di UNY memang bukan barang baru. Namun, dalam kasus Riska agak berbeda. Ia sudah mengisi nominal pendapatan yg sesuai dgn kondisi ekonominya. Tetapi, saat diminta mengupload beberapa berkas, ia tidak punya laptop. Sehingga ia meminjam hp tetangganya di desa

Karna android tetangganya tidak secanggih hp yg sedang Anda pakai. Akhirnya ia tidak bisa mengupload berkas-berkas yg diminta. Ia mengira inilah alasan mengapa nominal UKTnya melonjak. Entah ada pengaruh atau tidak. Namun, secara ajaib nominal UKTnya muncul dgn angka 3.14 jt.


Kala itu Ia hampir mengubur asa untuk berkuliah. Beruntungnya, guru-guru di sekolahnya mau membantu UKT pertamanya. Desir harapan pun hadir. Ia resmi menjadi mahasiswa UNY.


Riska sangat bangga berhasil masuk UNY, terlihat dari postingan IGnya:


instagram.com/nurriska_1922


Selama menjadi mahasiswa, ia dikenal sebagai orang yg ceria. Sangat ceria malah menurutku. Sayang keceriannya mulai luntur tiap mendekati pembayaran UKT, seperti sekarang ini. Ancaman putus kuliah, seolah meremas-remas hatinya. Menyergap semua mimpi indah yang ia bangun.


Tidak kurang-kurang usaha yg ia lakukan agar bisa melanjutkan studi. Segala cara dia coba, dari mencari beasiswa hingga mengambil part time. Menurut saya praktis semua usaha sudah ia coba. Namun hasilnya lebih sulit dari yg diduga


Bahkan sebenarnya di awal perkuliahannya, ia sempat bolak-balik dri Rektorat UNY utk mengajukan keberatan terhadap nominal UKTnya. Tapi, menurtnya, ia: "kaya bola yg lagi dimaenin oper sana-sini gak jelas." 
Pengalaman Riska nampak tak asing bagi kita yg berhadapan dgn birokrasi


Padahal, baru-baru ini saya baru tau, kala itu hanya untuk bolak-balik rektorat, ia selalu jalan kaki dari kosannya di Pogung sampai ke jl. Colombo. Riska memang selalu jalan kaki ke mana saja. Mahfum, ia ga memiliki cukup uang utk memesan driver online.


Dia selalu berhati-hati utk menggunakan uang. Salah satu temannya pernah memberinya Abon. Dia sangat senang. Selama di kos dia terlihat hanya makan nasi dengan Abon yg diberi temannya tadi. Bahkan odol, sabun, shampo dan mie instan dia dapatkan dari pemberian temannya.


Ini yang membuat saya begitu kagum dengannya. Ia begitu kuat, sangat kuat, terlalu kuat. Atau yg sebenarnya terjadi, dia dipaksa kuat.


Salah satu hal yg membuat Riska berusaha kuat, ialah ambisinya utk menjadi sarjana. Agar di satu masa ia dapat membantu masa depan adik-adiknya


Riska pernah bilang, bila akhirnya dia tdk bisa melanjutkan kuliahnya. Ia ingin kerja agar dpt menguliahkan adiknya. Dia ingin mewujudkan mimpi adiknya.
Kata itu terucap saat lagi-lagi masa pembayaran UKT mendekati deadline. Ia nyaris kehilangan asa, karna tak bisa membayar UKT.


Sebelumnya saya menghubungkan Riska dengan salah satu petinggi kampus. Pihak birokrat kampus meminta beberapa dokumen penting untuk membantu penurunannya secara langsung. Dia juga sudah mengisi link pengajuan penurunan UKT yg disediakan kampus. Ironinya, UKTnya cuman turun ±600rb


Ini masih belum cukup. Ia hampir menyerah. Namun, di detik-detik terakhir bantuan pun datang. Ia menyebut ini sebagai "keajaiban". Teman-teman, DPA, dan Kajur membantu patungan. Saya juga ikut membantu, walau tidak banyak.


Sayangnya meski demikian, nominal tersebut masih belum cukup. Orang tua Riska & Riska masih harus mencari sisanya. Maklum, periode itu pandemi sdg mengamuk. Akhirnya ia mencoba meminjam uang. Dan di babak akhir Riska bisa mengisi KRS & perkuliahan semester itu masih aman


Tapi, tentu saja tidak benar-benar aman. Mengingat, ia tidak hanya kuliah untuk semester itu. Tapi, masih ada semester yg akan datang. Singkat kata, "masih belum usai". 


Dan pada akhirnya yg ditakutkan pun terjadi. Semester selanjutnya ia lagi-lagi tidak bisa membayar UKT.


Ada dua kabar berbeda. Ada yg mengatakan ia akhirnya menyerah. Ada juga yg bilang dia cuti dan mencari kerja utk membayar UKT semester selanjutnya. Saya sendiri lebih percaya yg nomor dua. Orang segigih dia tak mungkin menyerah.


Namun, entahlah saya tidak benar-benar tau. Banyak yang ingin saya tanyakan sendiri. Apa benar ia menyerah? Mengapa ia tidak meminta bantuan/sekedar mengabarkan? Semua pertanyaan itu tidak mungkin dijawabnya secara langsung lagi. Karna tepat 9 Maret 2021 ia sudah meninggal dunia


Tentu hal tersebut bukan bagian paling buruk nan menyakitkan. Bagian yg paling menyakitkan adalah mengetahui bahwa kisah ini benar-benar terjadi di UNY. Makam Riska tak hanya mengubur jasadnya, tapi juga mengubur mimpinya. Mimpi untuk menjadi sarjana. Mimpi yg ingin saya lihat


Lagi, saya kembali disadarkan bahwa kita tidak sedang hidup di Novel Laskar Pelangi. Apa yg salah dari mimpi Riska? Ia hanya ingin menjadi sarjana demi membantu ibunya. Bahkan di hari pemakamannya, ibunya berkisah bahwa Riska tidak pernah meminta uang.


Sejak sekolah Riska sudah membantu ibunya. Dulu dia jualan kecil- kecilan di sekolah. Dari susu jeli, teh tarik, bakso, sampai sosis. Riska juga seorang pesilat. Bahkan dia mencoba mencari uang dengan ikut tarung bebas di desa-desa. Semua demi keluarganya. Ia berusaha tangguh.

Namun, nyatanya ia tidak setangguh itu. Selama ini dia mengidap hipertensi yg amat buruk. Ancamanan putus kuliah kian memperburuk keadaannya. Setelah beberapa waktu tidak kuliah, tiba-tiba muncul kabar ia sedang kritis di RS. Pembuluh darah di otaknya pecah.


Ia pun menyerah pada 9 Maret 2022. Meninggalkan keluarganya beserta mimpi-mimpinya. Saya kehilangan satu teman berharga. Negara ini kehilangan satu potensi besar yg kelak membangun bangsa. Dan kita kehilangan satu lagi orang baik di dunia.


Kisah lengkapnya bisa dibaca dibawah ini :



Ganta menyebut kisah Riska sebagai “korban komersialisasi pendidikan".


Utas ini "ditujukan untuk Menteri Pendidikan Nadiem Makarim," kata Ganta kepada BBC News Indonesia.


Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Profesor Nizam, yang dihubungi BBC News Indonesia, belum memberikan respons untuk mengonfirmasi hal ini. Tapi sebelumnya, ia mengaku terkejut dengan cerita mahasiswa dari UNY.


Padahal, menurutnya, tidak boleh ada mahasiswa yang putus kuliah karena alasan ekonomi. Selama ini, kata Prof. Nizam, selalu ada bantuan dari Kartu Indonesia Pintar dari pemerintah dan bantuan dari kampus melalui beasiswa.


"Saya harap tidak akan pernah terjadi lagi seperti yang terjadi menimpa mahasiswi UNY," katanya seperti dikutip dari Kompas.com.



Sementara itu, pihak UNY kepada sejumlah media menyatakan Riska meninggal saat cuti kuliah, dan mengatakan mahasiswa bisa mengajukan keringanan bayaran ketika menghadapi kesulitan ekonomi.


Sementara dikutip dari krjogja.com, Rektor UNY, Sumaryanto menyampaikan keprihatinan atas situasi yang dialami salah satu mahasiswinya itu. Menurut Sumaryanto, ada beberapa cara yang bisa ditempuh untuk membantu meringankan UKT mahasiswa, salah satunya berkirim surat langsung kepada rektor.


“Kalau bukan UNY yang membantu, saya secara pribadi yang akan membantu. Kami tidak ingin keluarga besar UNY sampai tidak selesai studinya hanya karena masalah uang, bisa ajukan surat ke rektor," terang dia.



Terpisah, Sekda DIY, Kadarmanta Baskara Aji meminta pihak-pihak yang mengetahui kesulitan mahasiswa untuk segera mengkomunikasikan kepada kampus. Pemda DIY tegas mengatakan agar tidak ada mahasiswa yang berkuliah di DIY putus sekolah akibat tak bisa membayar uang.


“Mahasiswa Cianjur (korban gempa) saja Pemda memberikan bantuan, masa ada masalah mahasiswa tidak bisa bayar kuliah tidak dibantu. Ini yang harus jadi perhatian,” tegas Aji.


(Red)


Lebih baru Lebih lama