Sumber Gambar: KP2C |
Kondisi Geografis Kota Bekasi
Wilayah Kota Bekasi walaupun diatas permukaan laut namun secara geografis memang ketinggian tanah di beberapa titik Wilayah tidak datar Kota Bekasi berbeda-beda ketinggiannya yang menjadi penyebab banjir dan genangan karena air mengalir dari titik wilayah pemukiman warga yang lebih tinggi ke daerah pemukiman warga yang lebih rendah.
Banjir yang rutin terjadi pada puncak musim hujan, berubah jadi makin ganas, seiring pertumbuhan perumahan di sekitar daerah alirannya. Kualitas kali juga disinyalir makin buruk karena makin dangkal oleh sedimentasi lumpur, pasir dan sampah.
Ditambah pengaruh perubahan iklim yang muncul dalam bentuk cuaca ekstrem, dan habitat DAS di wilayah Bogor yang makin gundul dan rusak, curah hujan tinggi di Bogor akan bergelora bergerak menuju Bekasi dari aliran Kali Cileungsi dan Cikeas lalu masuk Kali Bekasi.
Pendek kata, sedimentasi, cuaca ekstrem, dan rusaknya habitat menyebabkan banjir yang makin buruk. Dalam setahun kini banjir bisa terjadi sampai 5 kali.
Bebas Genangan Air dan Banjir adalah Harapan seluruh Warga Kota Bekasi
Jika hujan deras turun dengan durasi lama yang terjadi di Kota Bekasi biasanya adalah genangan air dan banjir di Pemukiman warga yang di daerah dataran rendah. Genangan Air dan Banjir secara ekonomi mengganggu mobilitas warga, selain merusak mesin kendaraan baik mobil atau motor sebuah banjir besar yang merendam tinggi pemukiman warga tentu juga merusak perabotan dan harta benda berharga warga di Pemukiman tersebut.
Penyebab Genangan Air dan Banjir di Kota Bekasi
Selain faktor tata Kota yang kurang baik karena masifnya izin pembangunan komplek-komplek perumahan dan pemukiman warga di Kota Bekasi tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan, lokasi pemukiman di daerah rendah rawan banjir, Kota Bekasi memang sejak zaman dahulu memang tidak memiliki tata sistem jaringan Drainase yang baik apakah itu di wilayah Jalan Protokol, Jalan Pemukiman, Komplek Pemukiman, dan Perkampungan warga.
Adalah Solusi Banjir di Kota Bekasi?
Banjir di Kota Bekasi memang merupakan hal kompleks dan merupakan tantangan bagi Pemkot Kota Bekasi siapapun yang menjadi Pemimpinnya
Apakah Tim Pawang Hujan di perlukan?
Kami kira ini bukan lah solusi terbaik, walaupun 'mungkin' memang jika ada Tim Pawang Hujan jika di Kota Bekasi Hujan turun lebih dari 35 menit mereka action bisa bekerja keras memindahkan hujan ke laut atau lokasi lain namun ini bukanlah sebuah solusi jangka panjang dan juga dapat menimbulkan kontroversi di masyarakat.
Beberapa Usaha dari Pemerintah Pusat atasi Banjir Kota Bekasi
Kementrian PUPR mengumumkan proyek nasional penanggulangan banjir akan dilakukan dalam 11 paket. Normalisasi Kali Bekasi mulai dari titik P2C (hulu Kali Bekasi) sampai Bendung Bekasi adalah paket pertama, direncanakan dimulai Februari 2021.
normalisasi saat ini dilakukan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) untuk Paket 1 (Bendung Bekasi-P2C). Pengerjaan Paket 6 dan Paket 7 di wilayah Cikarang Bekasi Laut (CBL) Kabupaten Bekasi.
Rencana lain adalah pengendalian banjir di wilayah sub DAS Cileungsi (P2C hingga Curug Parigi) dan sub DAS Cikeas (P2C hingga PDAM Jatisari).
Pertemuan dengan PUPR ini terlaksana setelah KP2C mendorong sebuah petisi daring yang isinya tuntutan percepatan penanggulangan banjir Bekasi pada Presiden Jokowi. Petisi yang diluncurkan pasca-banjir terakhir pertengahan Maret lalu itu, ditekan hampir 8500 orang.
Sudah berulang kali forum serupa dilakukan untuk menjaring aspirasi dan menyampaikan proposal solusi. Mulai dari Kepada Desa, Walikota/Bupati, Anggota DPR, Pejabat Kementerian hingga Staf Ahli Presiden.
Dalam pertemuan dengan PUPR, terungkap bahwa pasca-banjir besar 2020 rupanya enam menteri, tiga gubernur dan sembilan bupati dan walikota telah meneken kesepakatan Rencana Aksi Penanggulangan Banjir dan Longsor di Jabodetabekpunjur (Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi-Puncak-Cianjur).
Dalam rencana aksi tersebut disepakati penyediaan lahan dalam aksi penanggulangan banjir dan longsor akan dilakukan oleh Pemda (provinsi dan kabupaten/kota).
Jadi kenapa dua tahun kemudian rencana aksi ini masih berbentuk rencana? Ini lah yang membuat ribuan warga korban kecewa dan marah.
"Marah karena pasca-banjir solusinya tetap saja tidak ada, cuma ada lumpur yang tersisa. Itu yg buat kami sebagai warga semakin tidak percaya dengan pemerintah karena janji-janjinya. Kami sudah bosan dengan segala retorika pejabat yang datang tetapi tidak ada realisasinya," kata Irna Sriwijayanti seorang pengurus KP2C juga jadi korban banjir tahun 2020.
Tentu saja, tidak semua pejabat daerah mengabaikan warganya.
Menurut catatan KP2C, Bupati Bogor Ade Yasin bahkan 9 kali datang dalam setahun.
Soal isu pembebasan lahan, menurut ketua KP2C Puarman, baik Bupati Bogor maupun Walikota Bekasi sudah angkat tangan: tak punya cukup anggaran menutup biaya pembebasan lahan.
"Memang ini domain-nya Pemprov Jabar. Kita sejak tahun lalu belum ada komunikasi dengan Pemprov sama sekali, tapi memang ada keinginan ke sana. Sekarang sedang nunggu data dari BBWSCC tentang design lengkap normalisasi Cileungsi dan Cikeas supaya jelas berapa banyak lahan yang harus dibebaskan," kata Puarman setelah pertemuan dengan PUPR.
Sumber Gambar: CNN Indonesia |
Semua proyek penyelesaian masalah banjir berada di bawah koordinasi BBWSCC. Kepalanya, Bambang Heri Mulyono di kutip dari CNN Indonesia mengatakan penanganan banjir Bekasi dan sekitarnya selalu ditangani, tetapi sifatnya darurat.
Misalnya konstruksi tanggul sementara yang belakangan berkali-kali jebol karena derasnya terjangan arus.
Pembangunan tanggul yang bersifat permanen, menurut Bambang, harus mengikuti siklus tahapan penganggaran pembangunan.
Artinya, ini baru bisa terlaksana setelah beberapa tahun.
Dalam rancangan yang sudah dibahas oleh BBWSCC, normalisasi kali Bekasi dan DAS-nya diperkirakan akan membutuhkan pelebaran badan sungai seluas 7-10 meter kanan dan kiri sungainya. Lebar yang diperlukan seluruhnya mencapai 30 meter.
"Lha ini kanan-kiri sungai sudah ada bangunan, perumahan. Dibutuhkan sekali keterlibatan Pemda untuk land acquisition-nya," tambah Bambang.
Perihal usulan pengerukan kali karena kegiatan terakhir sudah terjadi hampir 50 tahun lalu, ia mengatakan perhitungan teknisnya tidak semudah yang saat ini dibahas.
"Kadang masyarakat punya pandangan banjir akan selesai kalau ada pengerukan. Tidak sesederhana itu. Karena kalau kita lalukan pengerukan dampaknya bisa dirasakan mengenai jembatan, tanggul, pondasi rumah bangunan dan seterusnya. Kalau kita keruk di hilir maka akan terjadi penurunan permukaan tanah di daerah hulunya. Ini bahaya."
Sementara ini normalisasi dengan cara pengerukan dan pelebaran sungai masih jadi rencana solusi utama, tetapi menurut KP2C rencana BBWSCC itu belum dikeluarkan secara resmi sehingga Pemda belum merespon.
Setelah pertemuan dengan PUPR, KP2C melakukan konsolidasi dengan pemangku kepentingan solusi banjir Bekasi.
Sebuah pertemuan dihelat awal Maret mengumpulkan Ketua RT/RW sampai kepala desa daerah terdampak banjir hadir di aula sebuah masjid di perumahan Vila Nusa Indah I.
Di tempat yang sama empat tahun lalu juga digelar konsolidasi dihadiri oleh 260 Ketua RT/RW terdampak banjir.
Kali ini rekomendasi yang ditelurkan adalah disegerakannya studi LARAP (Land Acquisition and Resetlement Action Plan) tahun ini serta konstruksi normalisasi sungai Cileungsi-Cikeas yang belum juga dimulai agar dikerjakan pada tahun anggaran 2023.
Itu berarti program harus masuk dalam rencana anggaran 2022. Sementara Gubernur, Bupati dan Walikota juga dituntut memasukkan anggaran pembebasan lahan dalam program 2023 yang berarti sudah direncanakan sejak saat ini.
Upaya Normalisasi Kali
Apakah upaya-upaya ini akan membebaskan Bekasi dari cengkeraman banjir musimannya?
Menurut praktisi Teknik Sipil Muslim Muin yang juga anggota TGUPP Jakarta, normalisasi tidak bisa jadi solusi permanen banjir Bekasi.
Seperti Bogor dan Bekasi, Jakarta juga penerima 'banjir kiriman' dengan kondisi DAS Ciliwung yang mirip.
Penyelesaian yang diusulkannya adalah model naturalisasi sungai di mana pengelolaan utama air dilakukan di sumber air, yakni hulu sungai di Bogor.
"Normalisasi tidak cocok sama sekali. Jakarta atau Bekasi akan makin banjir dengan model itu. Normalisasi ala PUPR dengan meluruskan dan memperlebar sungai itu keliru karena yang tidak normal adalah debit sungai akibat perubahan lahan yang tidak terkendali," tukas Muslim.
"Daerah tangkapan air (catchment area) ini posisinya diatas muka air laut, jadi upaya perbaikannya harus jadi prioritas sebagai daerah tangkapan hulu. Naturalisasi jauh lebih murah dibandingkan membuang air secepatnya ke laut," tambahnya.
Solusi Sumur Resapan atau Lumbung Air
Selain memperbaiki daerah tangkapan air, Muslim juga mengusulkan perbanyakan pembuatan sumur resapan yang disebutnya lumbung air.
Dengan menadah hujan melalui sumur di tiap rumah warga, menurutnya air akan diselamatkan dalam bentuk air tanah yang bisa dimanfaatkan dan sisanya mengalir perlahan ke pembuangan.
Sejauh ini menurut Kementerian PUPR anggaran yang direncanakan untuk 7 dari 11 paket kegiatan normalisasi sungai wilayah terdampak banjir Bekasi dan Bogor mencapai Rp4,7 triliun.
Pembangunan Proyek Bendungan Cibeet Solusi Banjir Kiriman
Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyebut, Bendungan Cibeet akan dibangun pada 2021.
Bendungan ini dibangun selain sebagai infrastruktur irigrasi juga salah satu solusi untuk mengatasi banjir untuk menahan arus aliran air "Banjiri Kiriman" dari atas atau sumber aliran sungai Cikeas dan Cileungsi.
Bendungan Cibeet dan Cijurey diharapkan bisa mereduksi banjir Bogor, Bekasi, dan Karawang hingga 66%.
Kepala BBWS Citarum Anang Muchlis mengatakan, pihaknya akan melakukan sertifikasi desain, studi untuk Amdal, dan studi land acquisition and resettlement Action Plan (LARAP) bendungan.
Bendungan Cibeet nantinya sanggup menampung 93 juta meter kubik air dengan tinggi bangunan 43 meter.
Sementara untuk Bendungan Cijurai, menurut Anang, detail enginering design (DED) dibuat oleh Pemerintah Kabupaten Bogor.
Pihaknya akan melakukan penyempurnaan dari beberapa kekurangan DED yang ada.
Apakah Walikota Baru yang akan terpilih 2024 nanti memiliki Grand Plan untuk mengatasi Banjir Kota Bekasi?
Selain rencana proyek atasi banjir Pemerintah Pusat, Selain bersinergi dengan Pemerintah Pusat dan Provinsi, Pemerintah Kota Bekasi seharusnya memiliki inisiatif dan kreativitas sendiri juga dalam Grand Plan, Master Plan dan Big Plan untuk solusi Banjir Kota Bekasi.
Seperti DKI Jakarta yang memiliki Proyek Banjir Kanal Timur (Sudah Selesai), Sodetan Ciliwung dan Giant Sea Wall di pesisir Pantai Utara Jakarta.
Apakah nanti Walikota Bekasi yang akan terpilih nanti pada tahun 2024 akan memiliki Grand Plan, Master Plan dan Solusi untuk penanganan masalah genangan air dan Banjir Kota Bekasi.
Bentuk Grand Plan atau Proyek Besar untuk Solusi Banjir itu bisa berbagai macam apakah membangun jaringan terowongan drainase raksasa dalam Kota, Pembangunan Kanal-Kanal, Pembangunan total dan Pelebaran ukuran diameter Drainase di seantero Wilayah Kota Bekasi atau Grand Plan-Grand Plan dan Solusi Besar lainnya yang cocok dengan kondisi geografis, pemukiman, sosial dan ekonomi masyarakat di Kota Bekasi
Keterbatasan anggaran Pemerintah Kota Bekasi memang menjadi kendala dalam sebuah Grand Plan atau Proyek Besar Penanganan Banjir Kota Bekasi namun menurut kami jika memang Pemerintah Kota Bekasi memiliki niat baik dan Grand Plan yang spektakuler dan inovatif untuk menangani Banjir Kota Bekasi maka untuk anggaran tentu akan mendapatkan dukungan anggaran baik dari Pemerintah Pusat dan Provinsi, asalkan memang Grand Plan itu masuk akal, dikerjakan dengan profesional, benar-benar untuk kepentingan warga Kota Bekasi dan tidak dikorupsi.
Masalahnya Grand Plan untuk atasi Banjir di Kota Bekasi ini ada atau tidak?
(Red)