Timur Lenk (Tamerlane)
Timur Lenk atau Timur si Pincang pernah merupakan salah seorang penakluk dan raja paling ditakuti di dunia.
Nama Timur Lenk memiliki arti dalam bahasa mongol yaitu Timur artinya Besi, Lenk artinya si Pincang.
Sepanjang langkahnya membangun kekaisarannya yang melintasi Asia dan Eropa di akhir abad 14.
Pasukan Timur berasal dari berbagai etnis dan konon sangat ditakuti mulai dari Benua Asia, Afrika, hingga Eropa.
Seperti diketahui bahwa Timur Lenk adalah penguasa yang penuh dengan ambisi.
Ia berupaya keras mewujudkan ambisinya dengan cara apapun, sehingga dalam sejarahnya kekerasan dan kekejaman merupakan sarapan paginya.
Dalam setiap penaklukan dan penjarahannya ia banyak membantai penduduk dan pasukan musuh yang mengadakan perlawanan.
Menurut catatan para sejarawan kampanye militernya diyakini memakan korban hingga 17 juta jiwa atau menewaskan 5% penduduk bumi pada masanya.
Timur Lenk membangun sebuah menara yang tersusun dari 2000 jenazah manusia yang dicampur dengan tanah liat dan batu di Sabzawar, Afghanistan. Ia juga melenyapkan kurang lebih 70.000 penduduk yang tinggal di Isfa.
Kemudian, Timur Lenk menginvasi ke Asia Kecil dan menjarah kota-kota, seperti Takrit, Mardin, dan Amid. Takrit merupakan kota kelahiran Salahuddin al-Ayyubi dan ia juga membangun piramida yang tersusun dari tengkorak jenazah para korban.
Dia menaklukkan Georgia serta mengubur para tentara Armenia yang berjumlah sekitar 4000 tentara dalam kondisi hidup-hidup di Sivas, Anatolia, dengan sumpah tidak akan terjadinya pertumpahan darah jika mereka menyerah.
Dan masih banyak lagi kisah-kisah penaklukan dan berbagai pembantaian kejam yang dilakukan oleh Timur Lenk.
Nasruddin Hoja
Nasruddin Hoja adalah seorang sufi yang hidup di kawasan sekitar Turki pada abad-abad kekhalifahan Islam hingga masa Timur Lenk yang kejam.
Timur Lenk banyak sekali melakukan penghancuran kebudayaan, tetapi dengan berbagai kecerdikan, Nasruddin dapat melewati masa suram itu.
1. Nasib Buruk Siapakah?
Ketika Timur Lenk menaklukkan Anatolia, ia dan pasukannya berkemah di Akshehir. Ia mendengar tentang seorang sufi terkenal yang bernama Nasruddin Hoja hidup disitu dan kemudian ia mengirimkan utusan untuk segera menjemput Nasruddin ke kemahnya.
Nasruddin berpikir bahwa karena Maharaja itu hobinya suka membunuh siapa saja yang ditemuinya, maka tidak ada gunanya tergesa-gesa untuk memenuhi undangan tersebut.
Ketika Timur Lenk menyadari Nasruddin tidak mau segera datang, ia pun mengirim satu peleton serdadu untuk mengundang Nasruddin.
Tetapi Nasruddin, berkata kepada mereka, “Baiklah akan segera datang.”
Namun ketika setelah itu Nasruddin tidak juga datang ke tendanya, Timur Lenk pun menjadi tidak sabar.
Ia memerintahkan agar kudanya segera disiapkan. Ia segera melompat ke kuda itu dan langsung melesat cepat ke rumah Nasruddin di pinggiran kota Akshehir.
Di desa itu para petani mengerumuni Timur Lenk, dan beberapa orang di antara mereka yang berada di sekitar rumah Nasruddin segera berteriak, “Nasruddin cepat-cepat kau!”
Nasruddin pun mengenakan jubah dan serbannya yang besar dan berjalan mendekati Timur Lenk.
Mereka bertemu di sebuah jalan sempit dan kuda yang dinaiki Timur Lenk begitu takut melihat tampang Nasruddin sehingga hewan itu melompat tinggi-tinggi dan Maharaja itu pun terpental dari punggungnya.
Timur Lenk menjadi marah sehingga ia memerintahkan serdadu-serdadunya untuk menangkap Nasruddin dan segera menggantungnya.
Setelah ia ditangkap oleh para serdadu itu, Nasruddin bertanya kepada mereka, “Ke mana kalian ini akan membawa aku?”
“Untuk digantung!” jawab mereka.
“Coba kalian tanyakan kepada si Gendeng Kurang Ajar itu ” kata Nasruddin.
“Aku ingin tahu kenapa aku mesti digantung? Apa salahku?”
Para serdadu itu pun pergi menemui Timur Lenk dan menyampaikan apa yang tadi dikatakan Nasruddin.
Karena sebelumnya tak pernah ada yang berani memakinya, Timur Lenk terkesan akan keberanian Nasruddin dan kemudian berkata, “Bawa dia kemari.”
Nasruddin pun dibawa ke hadapan Timur Lenk, dan berkatalah ia kepada sang Maharaja,
“Apa gerangan salah saya, sehingga saya mesti digantung?”
“Kamu telah membawa nasib buruk bagiku,” kata Timur Lenk.
“Siapa yang menyebabkan nasib buruk itu, saya atau Baginda?” tanya Nasruddin.
“Bagindalah yang membawa nasib buruk bagi saya, sebab saya ini akan digantung"
"Apabila saya yang membawa nasib buruk itu, tentunya Baginda tadi jatuh dari kuda; pecah kepalanya dan mati."
"Dan berdasarkan itu tentu ada alasan untuk kemudian menggantung saya. ”
Mendengar itu Timur Lenk berpendapat bahwa alasan Nasruddin bisa diterima dan ia pun memutuskan untuk memaafkannya.
2. Gelar Timur Lenk (Soal Penguasa yang kerapkali bertingkah seperti 'Tuhan Kecil')
Karena Nasrudin Hoja karena merupakan sufi yang terkenal. Timur Lenk pun kerap memangil Nasrudin ke istana untuk berbincang soal kekuasaannya.
“Nasrudin,” katanya Timur Lenk pada suatu hari, “Setiap khalifah di sini selalu memiliki gelar dengan nama Allah"
"Misalnya: al-Muwaffiq Billah, al-Mutawakkil Alallah, al-Mu’tashim Billah, al-Watsiq Billah, dan lain-lain.
"Menurutmu, apakah gelar yang pantas untukku ?”
Mendengar pertanyaan Timur Lenk yang tak terduga ini, Nasrudin pun sesaat terdiam dan berpikir keras.
Sebab, pertanyaan ini sangat sulit dijawab.
Apalagi dia tahu persis, bila Timur Lenk adalah penguasa kejam dan pemimpin bala tentara yang bengis. Timur Lenk bisa bertindak buruk kepadanya bila tak puas atas jawabannya.
Namun kebimbangan Nasrudin hanya berlangsung sesaat. Tak lama kemudian dia telah menemukan jawabannya.
“Saya kira, gelar yang paling pantas untuk Anda adalah Naudzu-Billah (Aku berlindung kepada Allah) saja,'' jawabnya tenang.
Timur Lenk mengangguk-angguk setuju.
Nasrudin pun senang.
3. Timur Lenk di Akhirat (Nasib para Penguasa setelah Mati)
Tak puas dengan pilihan pemberian gelar sebagai pemimpin 'Naudzu Billah' dari Nasrudin Hoja, Timur Lenk kemudian kembali meneruskan perbincangan soal kekuasaannya.
Dia kemudian kembali bertanya:
“Hei Nasrudin! Menurutmu, di manakah tempatku di akhirat. Bagaimana ini menurut kepercayaan atau agamamu ? Apakah aku ditempatkan bersama orang-orang yang mulia atau yang hina dina...?”, Timur Lenk bertanya kembali.
Lagi-lagi Nasrudin kembali sesaat termenung.
Dia kembali berfikir keras.
Dia tahu risikonya bila salah menjawab pertanyaan Timur Lenk yang satu ini.
Otaknya yang cerdas segera mencari jawaban hingga menemukan jawaban yang unik dan sederhana.
“Begini, raja penakluk seperti Anda, Insya Allah akan ditempatkan bersama raja-raja dan tokoh-tokoh yang telah menghiasi sejarah pula,” jawab Nasrudin singkat.
Dan benar, mendengar jawaban tersebut Timur Lenk merasa sangat puas.
Bahkan wajahnya tampak berseri-seri gembira.
“Betulkah itu, Nasrudin ?”, tanya Timur Lenk kembali setelah mendengar pernyataan Nasrudin Hoja.
''Ya, Saya yakin itu yang mulia Timur Lenk. Saya yakin paduka akan ditempatkan bersama para Fir'aun dari Mesir, raja Namrudz dari Babilonia, Kaisar Nero dari Romawi, dan tentu saja juga bersama leluhur yang mulia, Jengis Khan,'' jawab Nasrudin tangkas.
Uniknya, mendengar jawaban tersebut lagi-lagi Timur Lenk terlihat sangat gembira.
Ada kepuasan di wajahnya.
Maka, Nasrudin pulang dengan membawa banyak hadiah yang berharga.
4. Penderitaanmu Adalah Kebahagiaanku
Nasruddin Hoja diajak Timur Lenk untuk mengikuti perjalanannya mengunjungi daerah-daerah kekuasaannya.
Kunjungan ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana kepatuhan mereka terhadap penguasa lalim itu.
Di suatu hari mereka mengunjungi suatu desa yang pada saat itu terlanda gempa, beberapa rumah ambruk dan menimpa penghuninya sampai mati.
Melihat kejadian itu Timur Lenk tertawa terbahak-bahak, lalu katanya “Mengapa kalian biarkan rumah itu menimpa mereka ?”
Di hari lainnya di desa lain, air bah turun menghajar desa yang membuat banyak rumah rusak dan banyak orang yang mati.
Bagi Timur Lenk kejadian itu seakan merupakan peristiwa yang lucu dan ia berkata “ Mengapa mereka tidak mengalihkan arah air itu ?”
Di tempat selanjutnya, ketika mereka tiba, mereka mendapat laporan bahwa ada sapi mengamuk dan menelan banyak korban jiwa.
Mendengar laporan itu Timur Lenk pun tertawa terbahak-bahak, lalu ujarnya “Sapi itu patut menjadi pasukanku!”
Melihat perilaku sang tiran yang rupanya pecinta komedi slapstick, Nasruddin pun menjadi tidak tahan.
Lalu ia menghadap sang penguasa dan ucapnya
“Paduka! Tampaknya kebahagiaan selalu menyertai paduka ke mana pun pergi, dan burung Nasar (burung pemakan bangkai) selalu menyertai paduka ke mana pun paduka pergi."
"Setiap matahari terbit, selalu ada saja peristiwa yang membuat paduka bahagia."
"Saya mohon perjalanan paduka tak usah dilanjutkan saja."
"Saya khawatir bila perjalanan ini diteruskan, warga dan negeri ini bakal hancur."
(Red)