Profil Yahya Sinwar, Pemimpin Baru Hamas yang Pernah 23 Tahun di Penjara oleh Israel dan Dijuluki "Mayat Berjalan"


Kota Bekasi - Kelompok Hamas telah menunjuk pengganti Ismail Haniyeh sebagai pemimpin biro politik. "Gerakan Perlawanan Islam Hamas mengumumkan terpilihnya Komandan Yahya Sinwar sebagai kepala biro politik gerakan tersebut, menggantikan Komandan Ismail Haniyeh yang telah wafat, semoga Allah mengasihaninya,” kata Hamas dalam sebuah pernyataan singkat, yang dikutip dari Al Jazeera, Rabu (7/8/2024).


Seorang pejabat senior Hamas kepada AFP mengatakan terpilihnya Yahya Sinwar sebagai pemimpin baru Hamas menandakan bahwa perlawanan kelompok tersebut tetap berlanjut


Profil Yahya Sinwar


Yahya Sinwar merupakan salah satu petinggi Hamas yang telah lama menjadi sosok yang paling dicari oleh tentara Israel. Ia dituduh mendalangi serangan 7 Oktober, serangan terburuk dalam sejarah Israel, yang menewaskan 1.198 orang dan menyandera 251 orang menurut angka resmi Israel sebagaimana yang dilaporkan AFP.


Setelah serangan itu, juru bicara militer Israel Letnan Kolonel Richard Hecht menjuluki Yahya Sinwar sebagai "mayat berjalan". 


Yahya Sinwar lahir pada 29 Oktober 1962 di kamp pengungsi Khan Yunis di Gaza selatan


Ia bergabung dengan Hamas di tahun 1987. Saat itu Sheikh Ahmad Yassin mendirikan kelompok tersebut sekitar waktu intifada Palestina pertama.


Setahun setelahnya Yahya Sinwar membentuk aparat keamanan internal Hamas. Ia memimpin unit intelijen Hamas. 


Sebelum menjadi salah satu petinggi Hamas, Sinwar adalah komandan senior di Brigade Ezzedine al-Qassam, sayap militer elit Hamas, hingga akhirnya ia dipercayakan memegang kendali semua pergerakan di Gaza.


Ia pernah dipenjarakan tentara Israel selama 23 tahun atas tuduhan pembunuhan 2 tentara Israel.


Saat 23 tahun dipenjara oleh Israel Sinwar mempelajari bahasa Ibrani. Ia juga dikabarkan memiliki pemahaman yang mendalam tentang budaya dan masyarakat Israel.


Tahun 2011, ia dibebaskan dalam pertukaran tahanan bersama 1.027 warga Palestina lainnya sebagai ganti tentara Israel Gilad Shalit.


Setelah 7 Oktober, juru bicara militer Israel Letnan Kolonel Richard Hecht menjuluki Sinwar sebagai "wajah kejahatan" dan menyebutnya sebagai "orang mati berjalan"


Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz juga geram dengan penunjukkan Yahya Sinwar sebagai pengganti Haniyeh. Ia menyerukan untuk "segera menyingkirkan" Yahya Sinwar. 


"Pengangkatan teroris ulung Yahya Sinwar sebagai pemimpin baru Hamas, menggantikan Ismail Haniyeh, merupakan alasan kuat lainnya untuk segera melenyapkannya dan menyapu bersih organisasi keji ini dari muka Bumi," kata Israel Katz dalam sebuah pernyataan di situs media sosial X pada Selasa, 6 Agustus 2024.



Pengangkatan Yahya Sinwar dilakukan saat situasi konflik yang semakin tidak menentu. Ketakutan meningkat akan eskalasi menjadi perang regional Timur Tengah yang lebih luas. 


Iran telah bersumpah untuk membalas dendam terhadap Israel atas pembunuhan Ismail Haniyeh.


Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Nasser Kanaani, menegaskan pihaknya berhak membalas Israel atas pembunuhan Kepala Biro Politik Hamas Ismail Haniyeh di Teheran.


Kanaani pun meminta komunitas internasional mendukung pembalasan Iran yang disebutnya sebagai tindakan yang sah.


Dia menyebut pembunuhan Haniyeh saat menjadi tamu negara Iran pada Rabu (31/7/2024) lalu adalah pelanggaran hukum internasional yang jelas. Ia mengatakan tindakan Israel itu melanggar integritas teritorial Iran.


Haniyeh diduga dibunuh Israel usai menghadiri pelantikan Presiden Iran Masoud Pezehskian. Israel sejauh ini tidak mengakui maupun membantah sebagai pelaku pembunuhan Haniyeh.


"Sejalan dengan hukum internasional, Iran berhak menghukum agresor. Tidak ada yang berhak meragukan hak hukum Iran menghukum agresor dan menciptakan deterens terhadap rezim Zionis," kata Kanaani dalam konferensi pers di Teheran, Senin (5/8/2024).


Dia mengatakan pihaknya berniat untuk mengembalikan stabilitas di kawasan Timur Tengah. Menurutnya, Israel merupakan "akar masalah" instabilitas di Timur Tengah selama ini.


Selain itu, Kanaani menyebut pihaknya telah menempuh setiap langkah politik dan hukum yang diperlukan terkait pembunuhan Haniyeh.


(Red)

Lebih baru Lebih lama