Memahami Inflasi vs Deflasi dan Dampaknya


Kota Bekasi - Perekonomian Indonesia sedang mengalami sebuah fenomena tren baru lima bulan berturut-turut mengalami deflasi. 


Deflasi terjadi ketika harga barang dan jasa secara keseluruhan turun selama periode-perode tertentu.


Menurut data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia kembali mengalami deflasi pada September 2024. BPS mencatat deflasi sebesar 0,12% bulan tersebut, dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) turun dari 106,06 pada Agustus menjadi 105,93 di September.


Ini menandai bulan kelima terjadinya deflasi, dan level pada September lebih dalam dibandingkan Agustus. Tren ini dimulai pada Mei 2024 dengan deflasi kecil sebesar 0,03%, diikuti 0,08% pada Juni, 0,18% pada Juli, 0,03% pada Agustus, dan 0,12% pada September.


Bagi masyarakat umum, deflasi mungkin terdengar seperti sebuah kabar baik dan menggembirakan karena penurunan harga seolah-olah memberi kesempatan untuk belanja lebih murah.


Namun, ada bahaya besar yang terus mengintai di balik deflasi, terutama jika fenomena deflasi terjadi secara berturut-turut. Bahaya tersebut justru bisa lebih merusak daripada istilah inflasi yang selama ini lebih sering kita dengar baik di televisi, statement pejabat keuangan pemerintah dan para pakar pengamat ekonomi.


Sebelum masuk lebih dalam ke pembahasan bahaya deflasi, penting untuk memahami konsep inflasi dan deflasi terlebih dahulu.


Inflasi vs Deflasi 


Inflasi adalah kondisi ketika harga-harga secara keseluruhan mengalami kenaikan


Contohnya, jika bulan lalu harga Beras 1Kg adalah Rp10.000, lalu bulan ini naik menjadi Rp10.500, maka ada kenaikan harga sebesar 5%. Jika hampir semua barang mengalami kenaikan serupa, maka itulah telah terjadi inflasi.


Di sisi lain, deflasi adalah kebalikannya harga-harga secara keseluruhan mengalami penurunan. Mungkin pada awalnya terdengar menyenangkan karena kita bisa membeli berbagai macam barang dengan harga yang jauh lebih murah.


Namun, penurunan harga yang berkelanjutan adalah sebuah pertanda bahwa ekonomi cenderung sedang melemah. Apa yang terlihat menguntungkan bagi konsumen, sebenarnya bisa menjadi bencana bagi produsen dan perekonomian secara keseluruhan.


Bahaya Inflasi dan Deflasi


Bahaya dari inflasi dan deflasi sama-sama nyata, namun efeknya sama sekali berbeda. Dalam situasi inflasi, konsumen tanpa sadar relatif menjadi lebih "miskin." 


Hal ini terjadi ketika pendapatan atau penghasilan tetap sama, namun harga barang dan jasa terus meningkat atau meroket.


Contohnya, jika gaji Anda Rp5 juta per bulan, tapi harga barang-barang kebutuhan naik, maka daya beli Anda terhadap barang-barang kebutuhan tentu menurun. 


Pengeluaran meningkat karena kenaikan harga barang-barang tanpa diiringi kenaikan pendapatan, sehingga orang semakin sulit untuk menabung atau membelanjakan uang mereka secara lebih efektif.


Namun disisi lain deflasi membawa petaka ancaman yang berbeda dan bahkan lebih serius dan besar. Ketika harga barang terus menerus turun, hal ini menandakan bahwa daya beli masyarakat melemah. 


Produsen harus menurunkan harga barang atau melakukan diskon potongan harga barang agar produk mereka terjual walaupun akibatnya profit keuntungan penjualan unit barang akan turun, tetapi jika permintaan dan tingkat penjualan barang masih tetap rendah, mereka tentu akan mengalami kerugian meski harga sudah dipotong atau diturunkan.


Akibatnya, produsen atau perusahaan-perusahaan akan mengambil langkah-langkah kebijakan efisiensi untuk menekan biaya produksi barang, yang sering kali terjadi adalah pengurangan tenaga kerja atau PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).


Dampak Makroekonomi dari Deflasi


Dalam kondisi inflasi, produsen barang justru mendapatkan keuntungan karena harga jual yang lebih tinggi.


Dengan keuntungan perusahaan yang tinggi mereka tentu akan dapat meningkatkan jumlah produksi barang dan tentu akan membuka banyak lapangan pekerjaan baru, sehingga daya beli naik, aktivitas transaksi belanja masyarakat meningkat sehingga perputaran uang beredar di masyarakat cenderung meningkat yang pada akhirnya berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi Makro atau Negara.


Meskipun inflasi membuat konsumen kelihatan "miskin," namun secara makroekonomi hal ini tidak selalu buruk, asalkan pertumbuhan ekonomi terus berlanjut naik.


Sebaliknya, deflasi menciptakan siklus negatif. Ketika harga turun, produsen tentu tidak bisa menjual produknya dengan untung, bahkan setelah menurunkan harga atau diskon potongan harga tapi masih kesulitan untuk menjual produk-produknya.


Penurunan permintaan dan harga ini mengakibatkan produsen mengalami kerugian, yang memaksa mereka untuk mengurangi produksi dan menurunkan ongkos biaya produksi barang termasuk dengan mengurangi jumlah pekerja atau PHK.


Di sinilah bahaya deflasi terasa lebih besar dibandingkan inflasi. Karena deflasi sering kali diiringi dengan meningkatnya pengangguran dan penurunan pendapatan, daya beli masyarakat semakin turun, memperparah situasi ekonomi masyarakat dan Negara.


Ketika produsen kesulitan atau tidak bisa menjual produknya kepada masyarakat, perusahaan akan sulit untuk terus bertahan dan mulai merumahkan karyawan atau PHK. Akibatnya, tingkat pengangguran akan meningkat, dan daya beli masyarakat semakin terus turun. 


Siklus ini bisa berlanjut, menyebabkan krisis ekonomi yang lebih dalam. Sulit kita bayangkan situasi yang sangat buruk di mana sebuah pabrik memproduksi barang dalam jumlah besar, tetapi hanya sedikit sekali yang terjual. 


Jika fenomena deflasi ini terjadi terus-menerus, pabrik tentu akan berhenti beroperasi, perusahaan bangkrut, dan para pekerja kehilangan pekerjaan. 


Dampak negatif dari deflasi ini lebih luas dibandingkan dengan inflasi karena menyentuh langsung stabilitas pekerjaan dan penghasilan masyarakat luas.


Bagi pengusaha, perusahaan dan produsen, situasi tentu ini bisa menjadi bencana. Bayangkan misalkan Anda adalah seorang produsen yang memproduksi 10.000 unit barang, tetapi hanya mampu menjual 6000 unit, bahkan setelah menurunkan harga jual barang yang berarti menurunkan keuntungan perusahaan dan produsen.


Kerugian terjadi akibat barang sulit terjual terus menumpuk di gudang, dan jika kondisi ini berlanjut, Anda mungkin harus menghentikan produksi atau terpaksa gulung tikar.


Fenomena deflasi beruntun yang terjadi di Indonesia dalam lima bulan terakhir adalah sinyal bahwa ekonomi sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja.


(Tim)

Lebih baru Lebih lama