Kota Bekasi - PT Bukalapak Tbk (BUKA), perintis e-commerce Indonesia, mengumumkan penghentian penjualan barang fisik di marketplace.
Keputusan penutupan yang datang dari perusahaan dengan nilai penggalangan dana publik (IPO/Initial Public Offering) terbesar sepanjang sejarah bursa di Indonesia tersebut, sontak mengejutkan masyarakat.
Tak terkecuali bagi para investor ritel yang masih 'nyangkut' di saham Bukalapak.
Nilai penggalangan dana publik yang fantastis itu nyatanya belum mampu menorehkan catatan positif dalam memperkuat posisi Bukalapak di pasar e-commerce di antara para pesaing seperti Shopee, TikTok– Tokopedia, dan Lazada.
Dalam keterangan resmi kemarin, manajemen Bukalapak mengatakan mereka hanya akan menjual produk-produk keuangan digital virtual, seperti penjualan pulsa, token listrik, hingga pembayaran BPJS Kesehatan.
“Bukalapak akan menjalani transformasi dalam upaya untuk meningkatkan fokus pada Produk Virtual. Sebagai bagian dari langkah strategis ini, kami akan menghentikan operasional penjualan produk fisik di marketplace Bukalapak,” demikian dikutip dari keterangan manajemen Bukalapak.
Mencermati perjalanan harga saham Bukalapak, emiten dengan kode saham BUKA ini resmi melantai di Bursa Efek Indonesia pada 6 Agustus 2021, melalui penawaran 25,76 miliar saham. Jumlah itu setara 25% dari modal ditempatkan dan disetor penuh perusahaan.
BUKA menetapkan harga IPO seharga Rp850/saham saat itu. Alhasil, Bukalapak berhasil mengantongi dana segar mencapai Rp21,90 triliun. Itu menjadi nilai IPO terbesar dalam sejarah bursa di Tanah Air, sampai hari ini.
Tidak hanya menyabet gelar rekor sebagai perusahaan dengan raihan dana IPO terbesar sepanjang sejarah, Bukalapak juga tercatat menjadi unicorn pertama yang melantai di Bursa Efek Indonesia.
Dalam memulai perjalanan menjadi perusahaan publik yang sahamnya ditransaksikan di bursa, kala awal perdagangan kala listing perdana, harga saham BUKA langsung melesat 24,71% di level Rp1.060/saham dari harga IPO Rp 850/saham. Kenaikan itu membawa BUKA menyentuh batas atas (Auto Reject Atas/ARA).
Kapitalisasi pasarnya pun langsung melompat hingga menembus Rp109 triliun. Hal itu menempatkan BUKA dalam kategori Big Caps alias saham berkapitalisasi jumbo di bursa dengan nilai kapitalisasi pasar di atas Rp100 triliun.
Berselang keesokan harinya, saham Bukalapak (BUKA) bergerak melambat, hanya mampu ditutup dengan kenaikan 4,72% di harga Rp1.110/saham. Namun, kenaikan itu membawa harga BUKA menyentuh rekor harga tertinggi (All Time High/ATH) sepanjang perdagangan sahamnya di Bursa Efek Indonesia sejak mulai melantai pada 9 Agustus 2021.
Setelah dua hari listing, saham BUKA berbalik tergerus dan memasuki tren bearish dengan membentuk Lower Low Lower High hingga menyentuh All Time Low-nya dalam jangka panjang, mencapai titik terendah di posisi Rp109/saham, pada 5 Agustus 2024.
Sampai hari ini, 8 Januari 2025, saham Bukalapak sudah anjlok hingga 86,24% semenjak IPO. Harga yang rontok itu menggerus nilai kapitalisasi pasar BUKA, hingga tersisa tinggal Rp12,06 triliun.
“Keputusan Bukalapak hanya menjual produk virtual bukanlah strategi, melainkan sinyal permintaan bantuan,” kata Muhammad Farras Farhan, Analis dari Samuel Sekuritas di Jakarta, seperti yang diwartakan Bloomberg New.
Sumber: Bloomberg