Riset Terbaru BRIN Sebutkan Potensi Gempa Megathrust 8,7 hingga 9,1 Skala Richter di Selat Sunda, Bencana Tsunami Besar Seperti di Aceh Ancam Jakarta


Kota Bekasi - Peneliti dari Pusat Riset Kebencanaan Geologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nuraini Rahma Hanifa mengungkapkan melalui penelitian paleotsunami, BRIN menemukan bahwa gempa megathrust di selatan Jawa memiliki periode ulang sekitar 400-600 tahun. Dengan kejadian terakhir diperkirakan pada 1699, energi yang tersimpan saat ini telah mencapai titik kritis.


Megathrust menjadi ancaman nyata bagi Indonesia. Adapun beberapa lokasi zona Megathrust di Indonesia yaitu ada di Selat Sunda, pantai selatan Jawa, hingga Mentawai-Siberut.


Bencana seperti tsunami Aceh mengajarkan kita bahwa kesiapsiagaan dan mitigasi bencana adalah kunci untuk menyelamatkan nyawa," ungkap dia dalam keterangannya dikutip dari website BRIN, Sabtu (4/1/2025).


Dia malanjutkan potensi bencana dalam bentuk gempa megathrust seperti di wilayah selatan Jawa bisa saja terjadi dan dapat memicu tsunami dengan skala serupa di Aceh. Hal ini perlu mendapat perhatian serius dari para pemangku kepentingan dan masyarakat luas agar dapat melakukan mitigasi risiko dampak bencana dengan cermat. 


Rahma menyebutkan bahwa berdasarkan hasil risetnya, segmen megathrust di selatan Jawa, termasuk Selat Sunda, menyimpan energi tektonik yang signifikan dan berpotensi melepaskan gempa berkekuatan magnitudo 8,7 hingga 9,1.


Potensi megathrust ini dapat memicu goncangan gempa yang besar dan tsunami, yang menjalar melalui Selat Sunda hingga ke Jakarta dengan waktu tiba sekitar 2,5 jam," sebutnya.


Menurut simulasi yang telah dilakukan BRIN bersama tim peneliti dari berbagai institusi, jika tsunami terjadi, ketinggian gelombang diperkirakan dapat mencapai 20 meter di pesisir selatan Jawa, 3-15 meter di Selat Sunda, dan sekitar 1,8 meter di pesisir utara Jakarta. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa fenomena serupa pernah terjadi dalam sejarah, seperti tsunami Pangandaran 2006 yang dipicu oleh marine landslide di dekat Nusa Kambangan.


"Energi yang terkunci di zona subduksi selatan Jawa terus bertambah seiring waktu. Jika dilepaskan sekaligus, goncangan akan memicu tsunami tinggi yang bisa berdampak luas, tidak hanya di selatan Jawa tetapi juga di wilayah pesisir lainnya," tambahnya.


Untuk itulah, BRIN menekankan pentingnya mitigasi melalui pendekatan struktural dan non-struktural. Pendekatan struktural meliputi pembangunan tanggul penahan tsunami, pemecah ombak, serta penataan ruang di kawasan pesisir dengan memperhatikan jarak aman 250 meter dari bibir pantai.


"Pembangunan hutan pesisir atau vegetasi alami seperti pandan laut dan mangrove juga menjadi solusi berbasis ekosistem untuk meredam energi gelombang tsunami," jelas Rahma.


Sementara itu, pendekatan non-struktural melibatkan kesiapsiagaan masyarakat melalui edukasi mitigasi bencana, pelatihan simulasi evakuasi, serta penyediaan jalur dan lokasi evakuasi yang memadai.


"Kita harus memastikan bahwa masyarakat memiliki pemahaman tentang potensi bahaya tsunami, sistem peringatan dini yang efektif, serta kemampuan merespons dengan cepat," ujarnya.


Sedangkan untuk daerah perkotaan seperti Jakarta, yang memiliki kepadatan penduduk tinggi dan sedimen tanah yang rentan mengamplifikasi goncangan, upaya mitigasi gempa juga mencakup retrofitting atau penguatan struktur bangunan.


(Red)

Lebih baru Lebih lama