Oknum Menteri Desa Sebut "Wartawan Bodrex" Selain Melecehkan Profesi Wartawan Juga Sebuah Bentuk Kedunguan Menghadapi Era Citizen Journalism, Netizen dan Warganet


Kota Bekasi - Mendengar statement "Wartawan Bodrex"salah seorang Oknum Menteri Desa di Republik ini tentu sangat disayangkan ucapan seperti itu bisa keluar dari sosok seorang Menteri yang notabene seorang intelektual dan berpendidikan tinggi.


Mungkin pak Menteri kurang gaul ke wartawan dan masyarakat kelas bawah atau memang tidak memahami bahwa aktivitas jurnalistik itu ada Undang-undangnya di Indonesia atau memang tidak tahu, entahlah ??


Perlu dipahami bahwa definisi Wartawan Bodrex di era digital kini sudah tidak relevan, karena dengan perkembangan teknologi terutama dengan kecanggihan kamera Smartphone masyarakat sekarang sudah banyak bertransformasi menjadi konten kreator dan kontributor berita diseluruh pelosok Tanah Air.


Zaman ini disebut Era Citizens Journalism baik itu masyarakat umum, Warganet dan Netizen yang bisa lebih cepat memviralkan berbagai peristiwa diseluruh penjuru Tanah Air.


Bahkan saat ini banyak Media Pers Mainstream Nasional baik cetak maupun televisi yang mengambil sumber berita dari konten-konten viral Netizen dan Warganet Indonesia.


Alangkah baiknya Menteri Desa yang terhormat sedikit membaca dan memahami Undang-undang Pers No.40 Tahun 1999 sebelum asbun kasih statement yang bikin gaduh insan Pers


Berikut beberapa kutipan Pasal dari Undang-undang Pers No.40 Tahun 1999:


BAB II


ASAS, FUNGSI, HAK, KEWAJIBAN DAN PERANAN PERS


Pasal 2

Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.


Pasal 4

Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.


Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.


Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.


BAB IV

PERUSAHAAN PERS

Pasal 9


Setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers.


Setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia.


BAB VII

PERAN SERTA MASYARAKAT


Pasal 17


Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan.


Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:


memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, etika, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers;


Menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional.


Pasca Reformasi setelah Pers dibelenggu Rezim Orde Baru oleh Departemen Penerangan, maka sesuai Amanat Reformasi Pers yang disensor dan dibredel Pemerintah kembali mendapatkan hak kemerdekaannya melalui UU Pers No.40 1999, yang diteken Presiden BJ Habibie.


Dalam perumusan UU Pers 1999 dari Pemerintah, insan pelaku Pers dan juga Pengusaha Media besar banyak lika-likunya, termasuk sebuah Pasal tentang Dewan Pers yang memicu pro kontra, insan Pers khawatir Dewan Pers akan seperti Departemen Penerangan yang mengatur kebebasan Pers, dan sebenarnya pasal tersebut memang akan dihilangkan, namun entah kenapa, infonya dari lobi pemilik media besar akhirnya pasal Dewan Pers tersebut bisa ada di UU Pers No.40 tahun 1999.


Tentu Insan Pers harus beritikad baik dalam memajukan kehidupan bangsa dengan memberikan informasi yang bermanfaat, mencerdaskan bangsa dan menentang informasi HOAX.


Yang perlu di Pahami bahawa Undang-undang tertinggi Pers adalah UU Pers No.40 Tahun 1999.


Dewan Pers menerbitkan kode etik jurnalistik untuk para pelaku Pers itu hal baik dalam menjaga etika, moral dan karakter Wartawan.


Namun tetap struktur hukum di Negara kita, Regulasi-regulasi yang diatur oleh lembaga Dewan Pers adalah sebuah aturan moral dan etika yang diterbitkan oleh sebuah lembaga.


Tetap di Negara Kesatuan Republik Indonesia alat Hukum tertinggi adalah Undang Undang dan juga termasuk Undang-Undang Pers No.40 Tahun 1999 yang level tingkatannya:


1. UUD 1945


2. UU Pers No.40 Tahun 1999


3. Dewan Pers atau lembaga yang membuat kode etik jurnalistik dan aturan turunan lainnya


Tetap Undang-undang adalah aturan hukum tertinggi di Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Nah setelah membaca beberapa kutipan Pasal Undang-undang Pers No.40 Tahun 1999 Pasal 4 bahwa Negara menjamin kemerdekaan Pers sebagai Hak Asasi Warga Negara, dan Pasal 9 setiap Warga Negara berhak mendirikan Perusahaan Pers dan Pasal 17 Negara menjamin hak Warga Negara memperoleh informasi yang diperlukan.


Jadi sebutan "Wartawan Bodrex" sudah tidak relevan di Zaman Digital, AI, dan Teknologi Informasi saat ini.


Memang kita insan pers pun masih mengakui bahwa Oknum Wartawan itu ada, tentu itu tugas kita bersama mulai dari organisasi Pers, Dewan Pers dan Pemerintah bagaimana caranya untuk membina SDM wartawan yang lebih baik dan juga bagaimana mensejahterakan wartawan di era-era sulit media karena kue iklan di monopoli oleh segelintir oligarki dan orang-orang tertentu.


Semoga pejabat Negara ini sebelum memberikan statement sebaiknya ngopi dan sarapan dulu biar gak ngantuk, ngaco dan asbun kalau kasih statement ke Publik.


Resiko jadi Pejabat publik ya harus siap dikritik karena digaji dari uang keringat pajak rakyat, kalau nggak suka dikritik ya jangan jadi pejabat publik.


"Gitu aja kok repot" (Gus Dur)


Harusnya juga Pemerintah memikirkan kesejahteraan para Jurnalis dan Wartawan yang walaupun mayoritas kehidupan ekonominya masih pas-pasan namun masih semangat untuk berjuang berjuang melakukan kritik, investigasi dan kontrol sosial kebijakan-kebijakan oknum pejabat yang korup dan menyimpang demi kepentingan rakyat juga kesejahteraan masyarakat agar pembangunan tidak di korupsi gede-gedean, dapat bermanfaat dan tepat sasaran untuk seluruh rakyat Indonesia.



Wong di Tiongkok saja pejabat korupsi 200 juta di tembak mati, di Indonesia korupsi 300 Triliun hanya di vonis 6,5 tahun, luaarrr biasah.


Editor : Prabowo Singgih

Lebih baru Lebih lama